Jumat, 17 Desember 2010

Saksi Ahli Bahasyim Bukan Akuntan Publik

Penelusuran Institut Akuntan Publik Indonesia


BAHASYIM ASSIFIE


RMOL.
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Bahasyim Assifie punya duit sekitar Rp 932 miliar. Menurut akuntan Suyanto, duit bekas kepala Kantor Pajak Jakarta VII itu, hanya sekitar Rp 64 miliar. Suyanto adalah saksi ahli yang diajukan pihak Bahasyim ke persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mana yang benar?

Yang pasti, setelah Suyanto mengeluarkan keterangan yang meringankan Bahasyim itu, Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengeluarkan siaran pers berjudul “Saksi Ahli Kasus Baha­syim Assifie Bukan Akun­tan Publik”.

Organisasi yang beranggota­kan para akuntan publik itu, menyebut Suyanto telah mem­bohongi publik lantaran meng­atas­namakan dirinya sebagai anggota Akuntan Publik Indo­nesia. Alhasil, IAPI meminta ke­sak­sian Suyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tak perlu didengar karena tidak kompeten secara profesi.

Dalam siaran pers itu disebut­kan, IAPI telah melakukan kros­cek, benarkah Suyanto sebagai anggota IAPI. IAPI juga telah berkoordinasi dengan Pusat Pem­binaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan selaku otoritas yang berwenang mengeluarkan izin akuntan pub­lik.

“Setelah kami cek, Suyanto tidak termasuk dalam daftar anggota IAPI. PPAJP juga tidak pernah mengeluarkan izin praktik sebagai akuntan publik kepada Suyanto,” kata Sekretaris Umum IAPI Tarkosunaryo kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Keanggotaan IAPI, kata Tarko, haruslah disetujui dan mendapat­kan izin dari Menteri Keuangan. Sedangkan Suyanto, lanjut dia, tidak mempunyai izin dan persetujuan dari Menteri Keuang­an. “Suyanto hanya mempunyai register akuntan. Boleh saja dia mengaku sebagai akuntan, tetapi jangan mengaku sebagai akuntan publik,” tegasnya.

Tarko pun menjelaskan per­beda­an akuntan publik dengan register akuntan. Akuntan publik, urainya, ialah orang yang ber­profesi akuntan, telah mendapat­kan izin dari Kementerian Ke­uangan dan PPAJP, sehingga diperbolehkan melakukan praktik sendiri dengan membuka kantor cabang. “Sedangkan register, tidak boleh membuka kantor cabang dan tidak diperkenankan membuka praktik sendiri. Jika membuka praktik dan kantor sen­diri, berarti orang itu melanggar aturan,” tandasnya.

Setelah ditelusuri keberadaan­nya oleh IAPI, lanjutnya, Suyanto ternyata hanya staf akuntan di kantor akuntan publik Ahmad Rasyid, Hisbullah & Jerry, Bandung. Tarko pun sudah me­minta keterangan kepada pihak kantor tersebut. “Keterangannya sama, Suyanto hanya memiliki register akuntan dan bukan akuntan publik,” tegasnya.

Berdasarkan kode etik akun­tan di Indonesia, menurut Tarko, pemilik kantor akuntan publik tem­pat Suyanto bekerja itulah yang seharusnya memberikan keterangan di persidangan. “Jang­­an diwakilkan pakai surat ku­asa dan menyuruh Suyanto yang hanya staf untuk ber­saksi,” katanya.

Makanya, kata Tarko, jalan yang paling efektif menurut IAPI ialah pengadilan tak perlu men­dengarkan kesaksian Suyan­to sebagai saksi ahli. Soalnya, Su­yanto tidak kompeten sebagai ahli. Selain itu, IAPI meminta saksi ahli yang sesungguhnya dihadirkan dalam sidang selanjut­nya. “Sebaiknya keterangan Su­yan­to tidak didengar, sampai datang akuntan publik yang se­sungguhnya ke persidangan,” ujarnya.

Tarko kembali mengingatkan, tidak semua orang yang ber­profesi akuntan termasuk dalam akuntan publik. “Akuntan publik itu harus masuk dalam anggota IAPI, hukumnya wajib, tidak bisa ditawar. Makanya, begitu Su­yanto mengaku akuntan publik, kami heran, soalnya tidak ada dalam database IAPI,” ujarnya.

Namun, pengacara Bahasyim, OC Kaligis menampik tudingan IAPI. Menurut dia, Suyanto adalah akuntan publik yang tercatat di Kementerian Ke­uang­an. “Suyanto teregister di Ke­men­terian Keuangan. Sudah kami kasih izin menterinya kepada majelis hakim. Nomor registernya ada,” ujar OC yang ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Sela­tan, Kamis (16/12).

OC pun tidak sependapat bahwa kesaksian Suyanto tak sah lantaran Suyanto hanya seorang register akuntan. “Tidak bisa seper­ti itu, jelas-jelas profesinya sebagai akuntan. Suyanto biasa memberi keterangan sebagai ahli di pengadilan pajak. Kami ada kok bukti-buktinya. Dia juga sudah klarifikasi langsung ke IAPI,” katanya.

Akuntan publik Achmad Rodi Kartamulya, bos akuntan Suyan­to, kemarin menjawab tudingan terhadap Suyanto. Menurut pimpinan kantor akuntan publik Ahmad, Rasyid, Hisbullah dan Jerry ini, Suyanto adalah staf ahli khusus dirinya yang ia perintahkan untuk menghadiri sidang Bahasyim Assifie.

“Suyanto ialah akuntan in charge yang saya utus untuk menghadiri sidang Bahasyim. Dia saya tugaskan untuk memaparkan hasil kompilasi, karena dia merangkap sebagai supervisor in charge atas pekerjaan kompilasi tersebut,” kata Achmad di kantornya, Jalan Kepu, Kemayoran, Jakarta.

Menurut Achmad, Suyanto sudah minta keterangan kepada Kementerian Keuangan dan IAPI. Suyanto, kata Achmad, diperintahkan untuk mengklarifi­kasi kembali duduk persoalaan. “Soal keabsahan Suyanto sebagai apa, dia staf ahli saya. Dia punya register negara yang tercatat di Kementerian Keuangan dengan nomor D-20697,” tandasnya.

Achmad menambahkan, apa yang dilakukan Suyanto ter­hadap dana Bahasyim hanya kom­pilasi atau penyusunan data yang diperoleh dan dipaparkan sesuai rekening koran sejak 2004 hingga 2010. “Apa yang kami sampaikan dalam persidangan itu sesuai fakta. Kami tidak berhak untuk beropini, apakah suatu perbuatan itu salah atau benar,” ujarnya.

Minta Hakim Teliti Saksi Ahli
Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR

Kehadiran akuntan Suyan­to sebagai saksi ahli yang diaju­kan terdakwa Bahasyim dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, disesalkan ang­gota Komisi III DPR Deding Ishak. Soalnya, menurut Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Suyanto bukan akuntan publik.

“Saya berharap, lain kali hakim dan jaksa juga meneliti dengan cermat saksi yang di­ajukan pihak Bahasyim. Se­harus­nya, akuntan publik yang sesungguhnya yang datang ke pengadilan, bukannya register akuntan,” tandas anggota Fraksi Partai Golkar DPR ini, saat dihubungi, kemarin.

Pemberian kewenangan ke­pada Suyanto sebagai saksi ahli, menurut Deding, patut di­curi­gai. Soalnya, lanjut dia, saksi ahli dalam suatu per­sidangan mesti memenuhi dua kriteria. “Pertama, dari segi kompetensi harus kredibel. Kemudian, ada wadah tempat dirinya ber­naung, dan wadah itu merupa­kan lembaga yang resmi,” tandasnya.

Meski begitu, Deding tetap menilai sah apa yang diutarakan Suyanto dalam persidangan. Hanya saja, ia menyesalkan tidak ada koreksi sebelum saksi tersebut tampil sebagai saksi ahli. “Tidak ada masalah meng­enai apa yang dilontarkan, sepanjang tidak keluar dari teori dan standar akuntansi Indo­nesia,” imbuhnya.

Ke depan, kata Deding, pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mesti lebih teliti meng­hadapi saksi ahli yang diajukan pihak terdakwa untuk men­jalan­kan pembuktian terbalik. “Pembuktian terbalik itu sangat bagus, tapi saksi yang dihadir­kan harus menunjang. Maka­nya, perlu ketelitian dan koreksi hakim serta JPU mengenai saksi yang akan dihadirkan,” sarannya.

Deding pun menyarankan terdakwa untuk menghadirkan saksi ahli yang betul-betul akuntan publik. “Silakan laku­kan itu, justru itu yang akan memberikan gambaran ke masyarakat, apakah Bahasyim betul-betul bersalah atau tidak,” ujarnya.

Kepada IAPI, dia meng­imbau untuk meminta data si­dang secara lengkap saat Suyan­to bersaksi untuk Baha­syim. Soalnya, data itu untuk meluruskan kontroversi sah atau tidaknya kesaksian Suyan­to, dan apakah sudah sesuai standar profesi akuntan publik. “Kalau mereka nyatakan tidak sah, berarti pihak Bahasyim harus menghadirkan akuntan publik lainnya,” katanya.

Hakim Bisa Minta Saksi Ahli Lain
Asep Iwan Iriawan, Pengamat Hukum Trisakti

Menurut Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), saksi ahli yang diajukan terdakwa Bahasyim Assifie, Suyanto bukan akuntan publik.

Tapi, menurut pengamat hu­kum dari Universitas Trisakti, Asep Iwan Iriawan, kesaksian Suyanto di persidangan tetap sah. Soalnya, tak ada pen­jelasan dalam undang-undang bahwa saksi ahli harus berasal dari suatu lembaga tertentu. “Yang ada, saksi ahli haruslah meng­uasai bidang tertentu. Dia ang­gota akuntan publik atau bukan, kesaksiannya tetap sah di mata hukum,” kata Asep, kemarin.

Asep melanjutkan, keputusan sah tersebut dapat berubah manakala majelis hakim me­mutuskan kesaksian Suyanto tidak sah. “Hakim itu tidak terikat, bisa saja sewaktu-waktu hakim menyatakan kesaksian itu tidak sah. Tapi ingat, itu keputusan hakim, kalau dari undang-undang, kesaksian itu tetap sah,” tegasnya.

Hakim, kata dia, mempunyai kewenangan untuk mencari second opinion yang berupa pemanggilan saksi ahli lain. “Kalau menolak kesaksian Suyanto, maka hakim bisa meminta pihak Bahasyim untuk menghadirkan saksi ahli lain yang lebih kredibel,” tandas­nya.

Mengenai terdakwa yang siap menggunakan azas pem­buktian terbalik dalam kasus pencucian uang ini, Asep menyatakan, menghadirkan saksi-saksi yang kompeten dan kredibel menjawab pertanyaan hakim tentu sangat dibutuhkan. “Banyak orang mengaku saksi ahli, tapi ketika di depan hakim tidak bisa menjawab dengan lugas dan jelas,” ucapnya.

Dosen hukum pidana ini menambahkan, penggunaan azas pembuktian terbalik dalam kasus pencucian uang sudah tepat. Sehingga, Bahasyim yang harus membuktikan dirinya tidak bersalah. Bukan JPU yang harus membuktikan Bahasyim bersalah. “Itu pilihan bagus, sekarang tinggal buktikan saja kepada pengadilan kalau dia tidak salah,” ujarnya. [RM]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar