RMOL. Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Bahasyim Assifie punya duit sekitar Rp 932 miliar. Menurut akuntan Suyanto, duit bekas kepala Kantor Pajak Jakarta VII itu, hanya sekitar Rp 64 miliar. Suyanto adalah saksi ahli yang diajukan pihak Bahasyim ke persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mana yang benar?
Yang pasti, setelah Suyanto mengeluarkan keterangan yang meringankan Bahasyim itu, Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengeluarkan siaran pers berjudul “Saksi Ahli Kasus Bahasyim Assifie Bukan Akuntan Publik”.
Organisasi yang beranggotakan para akuntan publik itu, menyebut Suyanto telah membohongi publik lantaran mengatasnamakan dirinya sebagai anggota Akuntan Publik Indonesia. Alhasil, IAPI meminta kesaksian Suyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tak perlu didengar karena tidak kompeten secara profesi.
Dalam siaran pers itu disebutkan, IAPI telah melakukan kroscek, benarkah Suyanto sebagai anggota IAPI. IAPI juga telah berkoordinasi dengan Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan selaku otoritas yang berwenang mengeluarkan izin akuntan publik.
“Setelah kami cek, Suyanto tidak termasuk dalam daftar anggota IAPI. PPAJP juga tidak pernah mengeluarkan izin praktik sebagai akuntan publik kepada Suyanto,” kata Sekretaris Umum IAPI Tarkosunaryo kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Keanggotaan IAPI, kata Tarko, haruslah disetujui dan mendapatkan izin dari Menteri Keuangan. Sedangkan Suyanto, lanjut dia, tidak mempunyai izin dan persetujuan dari Menteri Keuangan. “Suyanto hanya mempunyai register akuntan. Boleh saja dia mengaku sebagai akuntan, tetapi jangan mengaku sebagai akuntan publik,” tegasnya.
Tarko pun menjelaskan perbedaan akuntan publik dengan register akuntan. Akuntan publik, urainya, ialah orang yang berprofesi akuntan, telah mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan dan PPAJP, sehingga diperbolehkan melakukan praktik sendiri dengan membuka kantor cabang. “Sedangkan register, tidak boleh membuka kantor cabang dan tidak diperkenankan membuka praktik sendiri. Jika membuka praktik dan kantor sendiri, berarti orang itu melanggar aturan,” tandasnya.
Setelah ditelusuri keberadaannya oleh IAPI, lanjutnya, Suyanto ternyata hanya staf akuntan di kantor akuntan publik Ahmad Rasyid, Hisbullah & Jerry, Bandung. Tarko pun sudah meminta keterangan kepada pihak kantor tersebut. “Keterangannya sama, Suyanto hanya memiliki register akuntan dan bukan akuntan publik,” tegasnya.
Berdasarkan kode etik akuntan di Indonesia, menurut Tarko, pemilik kantor akuntan publik tempat Suyanto bekerja itulah yang seharusnya memberikan keterangan di persidangan. “Jangan diwakilkan pakai surat kuasa dan menyuruh Suyanto yang hanya staf untuk bersaksi,” katanya.
Makanya, kata Tarko, jalan yang paling efektif menurut IAPI ialah pengadilan tak perlu mendengarkan kesaksian Suyanto sebagai saksi ahli. Soalnya, Suyanto tidak kompeten sebagai ahli. Selain itu, IAPI meminta saksi ahli yang sesungguhnya dihadirkan dalam sidang selanjutnya. “Sebaiknya keterangan Suyanto tidak didengar, sampai datang akuntan publik yang sesungguhnya ke persidangan,” ujarnya.
Tarko kembali mengingatkan, tidak semua orang yang berprofesi akuntan termasuk dalam akuntan publik. “Akuntan publik itu harus masuk dalam anggota IAPI, hukumnya wajib, tidak bisa ditawar. Makanya, begitu Suyanto mengaku akuntan publik, kami heran, soalnya tidak ada dalam database IAPI,” ujarnya.
Namun, pengacara Bahasyim, OC Kaligis menampik tudingan IAPI. Menurut dia, Suyanto adalah akuntan publik yang tercatat di Kementerian Keuangan. “Suyanto teregister di Kementerian Keuangan. Sudah kami kasih izin menterinya kepada majelis hakim. Nomor registernya ada,” ujar OC yang ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (16/12).
OC pun tidak sependapat bahwa kesaksian Suyanto tak sah lantaran Suyanto hanya seorang register akuntan. “Tidak bisa seperti itu, jelas-jelas profesinya sebagai akuntan. Suyanto biasa memberi keterangan sebagai ahli di pengadilan pajak. Kami ada kok bukti-buktinya. Dia juga sudah klarifikasi langsung ke IAPI,” katanya.
Akuntan publik Achmad Rodi Kartamulya, bos akuntan Suyanto, kemarin menjawab tudingan terhadap Suyanto. Menurut pimpinan kantor akuntan publik Ahmad, Rasyid, Hisbullah dan Jerry ini, Suyanto adalah staf ahli khusus dirinya yang ia perintahkan untuk menghadiri sidang Bahasyim Assifie.
“Suyanto ialah akuntan in charge yang saya utus untuk menghadiri sidang Bahasyim. Dia saya tugaskan untuk memaparkan hasil kompilasi, karena dia merangkap sebagai supervisor in charge atas pekerjaan kompilasi tersebut,” kata Achmad di kantornya, Jalan Kepu, Kemayoran, Jakarta.
Menurut Achmad, Suyanto sudah minta keterangan kepada Kementerian Keuangan dan IAPI. Suyanto, kata Achmad, diperintahkan untuk mengklarifikasi kembali duduk persoalaan. “Soal keabsahan Suyanto sebagai apa, dia staf ahli saya. Dia punya register negara yang tercatat di Kementerian Keuangan dengan nomor D-20697,” tandasnya.
Achmad menambahkan, apa yang dilakukan Suyanto terhadap dana Bahasyim hanya kompilasi atau penyusunan data yang diperoleh dan dipaparkan sesuai rekening koran sejak 2004 hingga 2010. “Apa yang kami sampaikan dalam persidangan itu sesuai fakta. Kami tidak berhak untuk beropini, apakah suatu perbuatan itu salah atau benar,” ujarnya.
Minta Hakim Teliti Saksi Ahli
Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR
Kehadiran akuntan Suyanto sebagai saksi ahli yang diajukan terdakwa Bahasyim dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, disesalkan anggota Komisi III DPR Deding Ishak. Soalnya, menurut Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Suyanto bukan akuntan publik.
“Saya berharap, lain kali hakim dan jaksa juga meneliti dengan cermat saksi yang diajukan pihak Bahasyim. Seharusnya, akuntan publik yang sesungguhnya yang datang ke pengadilan, bukannya register akuntan,” tandas anggota Fraksi Partai Golkar DPR ini, saat dihubungi, kemarin.
Pemberian kewenangan kepada Suyanto sebagai saksi ahli, menurut Deding, patut dicurigai. Soalnya, lanjut dia, saksi ahli dalam suatu persidangan mesti memenuhi dua kriteria. “Pertama, dari segi kompetensi harus kredibel. Kemudian, ada wadah tempat dirinya bernaung, dan wadah itu merupakan lembaga yang resmi,” tandasnya.
Meski begitu, Deding tetap menilai sah apa yang diutarakan Suyanto dalam persidangan. Hanya saja, ia menyesalkan tidak ada koreksi sebelum saksi tersebut tampil sebagai saksi ahli. “Tidak ada masalah mengenai apa yang dilontarkan, sepanjang tidak keluar dari teori dan standar akuntansi Indonesia,” imbuhnya.
Ke depan, kata Deding, pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mesti lebih teliti menghadapi saksi ahli yang diajukan pihak terdakwa untuk menjalankan pembuktian terbalik. “Pembuktian terbalik itu sangat bagus, tapi saksi yang dihadirkan harus menunjang. Makanya, perlu ketelitian dan koreksi hakim serta JPU mengenai saksi yang akan dihadirkan,” sarannya.
Deding pun menyarankan terdakwa untuk menghadirkan saksi ahli yang betul-betul akuntan publik. “Silakan lakukan itu, justru itu yang akan memberikan gambaran ke masyarakat, apakah Bahasyim betul-betul bersalah atau tidak,” ujarnya.
Kepada IAPI, dia mengimbau untuk meminta data sidang secara lengkap saat Suyanto bersaksi untuk Bahasyim. Soalnya, data itu untuk meluruskan kontroversi sah atau tidaknya kesaksian Suyanto, dan apakah sudah sesuai standar profesi akuntan publik. “Kalau mereka nyatakan tidak sah, berarti pihak Bahasyim harus menghadirkan akuntan publik lainnya,” katanya.
Hakim Bisa Minta Saksi Ahli Lain
Asep Iwan Iriawan, Pengamat Hukum Trisakti
Menurut Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), saksi ahli yang diajukan terdakwa Bahasyim Assifie, Suyanto bukan akuntan publik.
Tapi, menurut pengamat hukum dari Universitas Trisakti, Asep Iwan Iriawan, kesaksian Suyanto di persidangan tetap sah. Soalnya, tak ada penjelasan dalam undang-undang bahwa saksi ahli harus berasal dari suatu lembaga tertentu. “Yang ada, saksi ahli haruslah menguasai bidang tertentu. Dia anggota akuntan publik atau bukan, kesaksiannya tetap sah di mata hukum,” kata Asep, kemarin.
Asep melanjutkan, keputusan sah tersebut dapat berubah manakala majelis hakim memutuskan kesaksian Suyanto tidak sah. “Hakim itu tidak terikat, bisa saja sewaktu-waktu hakim menyatakan kesaksian itu tidak sah. Tapi ingat, itu keputusan hakim, kalau dari undang-undang, kesaksian itu tetap sah,” tegasnya.
Hakim, kata dia, mempunyai kewenangan untuk mencari second opinion yang berupa pemanggilan saksi ahli lain. “Kalau menolak kesaksian Suyanto, maka hakim bisa meminta pihak Bahasyim untuk menghadirkan saksi ahli lain yang lebih kredibel,” tandasnya.
Mengenai terdakwa yang siap menggunakan azas pembuktian terbalik dalam kasus pencucian uang ini, Asep menyatakan, menghadirkan saksi-saksi yang kompeten dan kredibel menjawab pertanyaan hakim tentu sangat dibutuhkan. “Banyak orang mengaku saksi ahli, tapi ketika di depan hakim tidak bisa menjawab dengan lugas dan jelas,” ucapnya.
Dosen hukum pidana ini menambahkan, penggunaan azas pembuktian terbalik dalam kasus pencucian uang sudah tepat. Sehingga, Bahasyim yang harus membuktikan dirinya tidak bersalah. Bukan JPU yang harus membuktikan Bahasyim bersalah. “Itu pilihan bagus, sekarang tinggal buktikan saja kepada pengadilan kalau dia tidak salah,” ujarnya. [RM]
Jumat, 17 Desember 2010
Saksi Ahli Bahasyim Bukan Akuntan Publik
Penelusuran Institut Akuntan Publik Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar