Jumat, 26 November 2010

Satgas Bantah Arahkan Gayus ke Bakrie


Jakarta (ANTARA News) - Satgas Pemberantasan Mafia Hukum membantah keras tuduhan telah mengarahkan Gayus Halomoan Pertahanan Tambunan untuk mengungkap dugaan suap dalam rekayasa pajak Grup Bakrie.

"Satgas membantah keras kalau ada tuduhan ini keluar dari Satgas. Silahkan diurai yang enam tadi," kata Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafi
a Hukum, Denny Indrayana, usai berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
di Jakarta, Jumat.

Denny mencoba menjelaskan kronologi awal mula penyebutan nama Grup Bakrie dalam kaitannya dengan dugaan kasus mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan sebelum akhirnya ramai beredar di media massa.

Ia membagi enam segmen di mana nama Grup Bakrie disebutkan.

Pertama, nama Grup Bakrie disampaikan Gayus kepada Satgas pada saat bertemu pertama kali di Singapura.

Kedua, Gayus menyebutkan kembali nama Grup Bakrie yang terekam video polisi saat di Singapura.

"Coba dicek lagi rekaman video Polisi tersebut, kalau tidak salah teman-teman wartaw
an ada yang sudah melihatnya dari Kepolisian. Pada saat itu direkam Satgas
tidak ada di sana," kata Denny.

Ketiga, Gayus menyebutkan kembali nama Grup Bakrie sebagai salah satu pihak yang diduga menyuap untuk merekayasa pajak pada saat diperiksa polisi.

Segmen keempat, dalam persidangan Gayus kembali menyebutkan nama Grup Bakrie sebagai salah satu perusahaan yang menyuap untuk memenangkan kasus pajak.

Segmen kelima, penyebutan nama Grup Bakrie oleh Satgas (Denny Indrayana dan Mas Ahmad Santosa) menjawab pertanyaan
saat menjadi saksi dalam persidangan Gayus.

Terakhir, nama Grup Bakrie disebut penasehat hukum Gayus Halomoan Tambunan, Adanan Buyung Nasution, saat melakukan konfrensi pers.

Saat itu Adnan menegaskan kasus mafia pajak Gayus harus tuntas, termasuk mencari tahu dari mana aliran uang yang diterima kliennya yang salah satunya diduga dari Grup Bakrie.

"Jadi nanti tidak lagi hanya meraba-raba. Agar tidak ada fitnah," tegas Denny.

Dia menandaskan, sangat penting mengungkap aliran uang yang diterima Gayus hingga tuntas agar diketahui siapa saja yang menyuap dan tidak lagi diminimalkan hanya pada kasus Grup Bakrie.

Tiga perusahaan dari Grup Bakrie yang disebutkan Gayus adalah Kaltim Pri
ma Coeal (KPC), Bumi Resources, dan Arutmin. (*)

sumber: http://www.antaranews.com

BPK Siap Audit IPO PT KS


BANDUNG, KOMPAS - Badan Pemeriksa Keuangan siap mengaudit proses pelepasan saham perdana kepada publik PT Krakatau Steel yang sempat menimbulkan polemik. Tim audit akan langsung bekerja jika ada permintaan resmi dari Dewan Perwakilan Rakyat.

Hal itu dikatakan anggota BPK, Taufiequrachman Ruki, Kamis (25/11) di Bandung, Jawa Barat, seusai menandatangani kesepakatan bersama DPRD provinsi dan kabupaten/kota se-Jawa Barat mengenai tata cara penyerahan laporan hasil pemeriksaan keuangan daerah oleh BPK.

”Yang baru kami dengar ialah adanya pernyataan dari Ketua DPR Marzuki Alie agar BPK mengaudit proses IPO Krakatau Steel (KS). Pernyataan itu masih bersifat pribadi dan sampai kini kami belum menerima permintaan resmi dari DPR,” katanya.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (2003-2007) itu mengatakan, anggota tim audit itu berjumlah empat sampai enam orang atau disesuaikan dengan keperluan kasus. Sejumlah persiapan juga sudah dilakukan, antara lain pengumpulan data. ”Saya sebagai mantan Komisaris Utama PT Krakatau Steel punya data perusahaan itu. Jika dibutuhkan, data itu bisa saya berikan,” katanya.

Dalam prosesnya nanti, tim audit bentukan BPK itu akan mengundang sejumlah pihak terkait guna meneliti apakah IPO KS itu sudah sesuai dengan aturan atau belum. ”Kami akan undang semua pihak yang menguasai persoalan privatisasi perusahaan negara itu,” katanya.

Bahkan, sebelum proses IPO KS dilakukan, BPK juga sudah meminta keterangan dari berbagai pihak, yakni dari Kementerian BUMN, manajemen PT KS, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), dan penjamin emisi KS (underwriter).

Dari hasil permintaan keterangan saat itu, ujar Ruki, BPK tidak berhak menyatakan apakah IPO KS itu boleh dilakukan atau tidak. ”Yang pasti, kami sudah mengumpulkan semua informasi dari mereka,” katanya.

Ia juga menolak berkomentar soal pelaksanaan IPO KS saat ini. Penilaian itu terlalu dini sebelum ada kajian mendalam oleh BPK secara resmi. ”Itu prematur namanya,” kata Ruki.

Keterlibatan wartawan

Berkenaan dengan tudingan adanya pemerasan dan tekanan oleh wartawan terkait proses IPO KS 10 November lalu, anggota Dewan Pers, Wina Armada, dalam suratnya ke Redaksi Kompas, Kamis, mengatakan tidak pernah menyebut nama empat media yang diduga bermasalah dalam permintaan pembelian saham PT KS. Penyebutan nama empat media itu sepenuhnya dari pers yang memberitakannya.

Wina pun menegaskan, terhadap keterangan yang dimuat pers yang memberitakan, dirinya hanya menjawab pertanyaan wartawan. ”Tidak pernah ada inisiatif pemberitaan dari saya. Sebagai orang yang berkecimpung di dunia pers sekitar 30 tahun, dan terutama sebagai anggota Dewan Pers, tentu tidak layak bagi saya menolak permintaan wawancara karena akan menjadi preseden buruk seorang anggota Dewan Pers menolak diwawancarai,” tulis Wina.

Pada Jumat (12/11), Direktur Kitacomm Henny Lestari bertemu dengan anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo dan Bambang Harymurti, untuk membicarakan soal kontroversi saham wartawan. Pertemuan itu, disepakati kedua belah pihak sesuai surat Henny Lestari kepada Ketua Dewan Pers Bagir Manan, merupakan pertemuan tertutup tanpa adanya pemberitaan.

Namun, Kamis (18/11), sejumlah media massa, antara lain Koran Tempo dan Tempointeraktif, serta sebuah radio memberitakan kasus itu dengan mengutip pernyataan anggota Dewan Pers, Wina Armada.

Sementara itu, Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany menegaskan, pihaknya tak bisa mengungkapkan nama investor, termasuk nama wartawan yang membeli saham PT KS, karena ada Pasal 47 Undang-Undang Pasar Modal yang mengatur Bapepam membuka nama investor. ”Pembukaan nama harus pakai prosedur tertentu,” ujar Ketua AJI Nezar Patria mengutip Fuad Rahmany.

Pengurus Pusat Aliansi Jurnalis Independen bertemu Fuad untuk memperoleh tambahan informasi signifikan dari Bapepam- LK terkait nama-nama wartawan yang disebut-sebut menghendaki jatah atas saham perdana KS.

sumber: http://www.kompas.com/

Rabu, 24 November 2010

Akankah PDIP Punya Menteri Lagi di KIB II?

Dalam berita di http://politik.vivanews.com/news/read/190412-megawati--saya-tidak-mungkin-terima-koalisi , "Saya tidak mungkin menerima koalisi. Karena bukan kebutuhan saya," kata Megawati Soekarnoputri, usai acara "4 Pilar Kebangsaan" di Kantor Pusat PDIP, Jakarta Selatan, Rabu 24 November 2010. Sebagai tanggapan atas pernyataan anggota DPR partai Demokrat, Ruhut Sitompul yang menyatakan kem

ungkinan kursi menteri dari partai Golkar akan diduduki oleh kader partai PDIP.

Konflik ini dapat menjadi sorotan yang menarik tentang hubungan koalisi dan oposisi di Indonesia. Dimana yang kita tahu sekarang partai-partai yang menggalang koalisi pendukung pemerintahan SBY-Boediono merupakan koalisi terbesar. Koalisi ini didukung oleh partai-partai besar sekelas Demokrat, Golkar, PKS, PAN, PKB dan masih ada beberapa partai lainnya. Secara nalar orang awam, pasti akan berpikir bahwa posisi pemerintah ini akan kuat dimata DPR. Begitu pula akan adanya timbal balik dari penguasa pemerintah, yaitu dengan memasukkan nama-nama kader partai koalisi dalam skuad pemerintahan, atau istilah kasarnya politik bagi-bagi kue.

Dalam situasi dengan koalisi partai pemerintah yang sangat dominan ini, bahkan sampai dibentuk sekber partai koalisi pendukung pemerintah yang dikomandoi oleh Aburizal Bakrie, peran partai oposisi yang kecil menjadi agak berat. Untuk memenangkan voting di rapat anggota dewan saja rasanya hampir tidak mungkin.

Dengan sedikitnya porsi juga dapat menjadi dilemma bagi sebagian kader-kader partai oposisi ini. Sebagai politikus, mereka pasti bernafsu memperoleh jabatan dan mempunyai pengaruh yang luas. Sehingga rasanya tidak salah bila kemudian Taufik Kiemas kemudian berhasil menjadi ketua MPR.

Dilemma ini juga berimbas pada saat ketika cabinet Indonesia Bersatu jilid dua akan dimulai, yakni dalam proses pemilihan jajaran menteri. Banyak nama-nama kader dari partai oposisi yang diisukan akan mendapat kursi.

Saat isu reshuffle berhembus kian kencang, seperti saat ini, menteri yang duduk saat ini kian resah, sementara yang menunggu antrean sudah banyak, dan mungkin saja ada salah satu dari partai oposisi.

Dari pernyataan Megawati diatas, sepertinya tidak mungkin kader PDIP akan masuk dalam skuad pemerintahan SBY-Boediono. Tetapi kita tunggu saja, seberapa kuat pendirian PDIP sebagai pemimpin partai oposisi.

(habibasfiyajauhari)

Selasa, 23 November 2010

Mitologi Korupsi


Selasa, 15 Maret 2005

Mitologi Korupsi

Oleh Masdar Hilmy

SUDAH bukan rahasia lagi, Indonesia selalu menjadi "pelanggan setia" sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Tahun lalu, Transparency International Indonesia (TII) merilis hasil penelitiannya yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-5 negara terkorup di dunia, "naik" satu strip dari peringkat ke-6 pada tahun sebelumnya.

Kita mungkin sama sekali tidak terkejut membaca laporan itu, sama tidak terkejutnya ketika mendengar kegagalan program "terapi kejut" 100 hari pertama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dalam pemberantasan korupsi.

Rilis semacam itu pada dasarnya tidak mengandung hal-hal baru; siapa pun dan apa pun lembaganya niscaya akan menghasilkan peringkat atau indeks korupsi yang kurang lebih sama. Lihat saja apa yang telah dilakukan lembaga-lembaga sejenis lainnya, seperti Political and Economic Risk Consultancy (PERC), International Country Risk Guide Index (ICRGI), maupun lembaga domestik, seperti Indonesian Corruption Watch (ICW). Paling banter semua lembaga itu akan menegaskan kesimpulan yang sama: Indonesia adalah (salah satu) negara terkorup di jagat raya ini.

Melihat kenyataan itu, tampaknya tidak berlebihan jika kita menganggap upaya pemberantasan korupsi di negeri ini hanya merupakan mitos ketimbang realitas. Dengan perangkat hukum dan lembaga antikorupsi yang kian bertambah banyak, seharusnya upaya pemberantasan korupsi semakin menemukan titik terang. Kenyataannya, wabah korupsi kian menggila. Jika dulu korupsi hanya dilakukan elite politik, kini hampir setiap orang Indonesia pernah melakukan korupsi dalam berbagai bentuk dan derivasinya. Terlalu sulit bagi warga negara Indonesia untuk menghindar dari korupsi. Mengapa korupsi di negeri ini sangat sulit diberantas?


"Tacit knowledge"

Salah satu faktor mengapa korupsi sulit diberantas adalah karena ia sudah berkembang menjadi apa yang oleh Edward Shils (1981:32) disebut "pengetahuan diam-diam" (tacit knowledge) yang mengerangkai dan menggerakkan hampir seluruh kesadaran kolektif bangsa ini. Disebut pengetahuan diam-diam karena orang enggan menyebut-nyebut keberadaan korupsi, tetapi ia menerimanya sebagai sesuatu yang lumrah. Ada ambiguitas di sini. Di satu sisi orang menyadari, korupsi itu salah, tetapi di sisi lain ia tidak bisa hidup tanpanya. Bahkan, orang yang tidak mempraktikkannya dianggap tidak lumrah. Korupsi adalah "kebenaran dalam kesalahan."

Karena itu, proses pembentukan sistem pengetahuan semacam itu tidak berjalan melalui mekanisme ilmiah biasa, tetapi berjalan secara "tidak lumrah" melalui bantuan mitologisasi. Korupsi memang tidak terlahir dari mitos, legenda sejarah, atau cerita rakyat, namun ia menjadi besar justru karena peran mitos itu sendiri. Sebagai sebuah sistem pengetahuan, proses terbentuknya kesadaran korupsi berjalan melalui mekanisme reproduksi budaya yang berlangsung lama dan bertahap, yang pada satu titik tertentu membuncah menyentuh kesadaran eksistensial kedirian bangsa. Seolah berlaku asumsi, tidak ada cara lain menjadi warga negara RI selain melalui korupsi (to be an Indonesian means to corrupt)!

Keberadaan korupsi bukan lagi sekadar bumbu, tetapi menjelma sebagai "pilar" penting kehidupan bangsa. Jika di negara yang berindeks korupsi rendah, tindak korupsi dianggap penyimpangan, korupsi di negeri ini sudah telanjur dianggap peraturan (rule) itu sendiri. Ironis sekaligus menyedihkan! Ibarat ilmu bela diri, korupsi merupakan prasyarat menuju tingkat kesaktian tertentu. Semakin sakti ilmu bela dirinya, tingkat korupsinya harus kian canggih.

Mitos

Korupsi di negeri ini telah dihidupkan dan dibesarkan oleh sekurangnya empat mitos yang keberadaannya secara diam-diam diimani dan diamini sebagai sebuah "kebenaran."

Pertama, barang siapa yang hidup jujur pasti hancur. Sebuah ungkapan yang barang tentu membuat ngeri setiap orang yang mendengarnya. Jika disuruh memilih, hampir pasti tidak ada orang yang mau hancur hidupnya. Namun, risikonya harus dibayar dengan cara melacurkan kejujurannya. Ingin jujur tetapi tidak hancur? Keluar saja dari bumi Indonesia! Kira-kira demikian jalan berpikir kebanyakan orang. Bagaimana bisa jujur jika ingin jadi calon anggota legislatif harus setor ratusan juta rupiah, ingin memenangi perkara di pengadilan harus punya banyak duit, mau jadi anggota pegawai negeri harus menyuap?

Di negeri para maling kejujuran sudah menjadi barang aneh sekaligus langka. Orang yang hidup jujur tak ubahnya seperti menggenggam bara api. Hanya ada dua kemungkinan; terbakar atau selamat tetapi membuangnya. Orang yang bertahan dengan kejujuran akan tergilas oleh sistem yang korup. Mampu bertahan hidup dengan kejujuran sudah merupakan prestasi luar biasa. Tetapi jangan berharap orang semacam ini bisa mengubah sistem korup. Alih-alih bisa mengubah sistem, tidak hanyut oleh sistem yang korup saja sudah hebat.

Kedua, korupsi adalah seni. Ungkapan ini persis seperti pernah dilontarkan Bung Hatta, "Korupsi sudah menjadi seni dan bagian budaya bangsa." Ketika korupsi dianggap seni, maka nilai kejujuran dianggap sebagai tidak nyeni, tidak indah, monoton, alias membosankan. Seni dalam korupsi mensyaratkan talenta khusus. Skill "bermain cantik" ini diperlukan terutama untuk keperluan lobi-melobi atau pendekatan terhadap otoritas hukum, terlebih lagi seni dalam menjaga kerahasiaan. Karena itu, jangan heran jika korupsi di Indonesia sering dilakukan secara bersama, melibatkan sindikasi rahasia dan tertutup. Sebab, jika salah satu dari anggota sindikat merasa tidak puas dengan pembagian hasil korupsi, dia bisa menerapkan strategi zero sum game atau tijitibeh (mati siji mati kabeh/mati satu mati semua). Jika ini terjadi, semua anggota sindikasi bisa terjaring hukum, seperti terjadi di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, beberapa waktu lalu.

Ketiga, korupsi adalah simbol kecerdasan. Kecerdasan seorang kepala dinas dalam kantor pemerintahan, misalnya, sering diukur dengan

(1) sejauh mana dia mampu menggunakan kecerdasannya untuk membocorkan uang negara sebanyak-banyaknya;

(2) mampu menghabiskan sisa anggaran sebelum tutup tahun;

(3) menyusun anggaran fiktif atau mark-up proyek tertentu, dan;

(4) menggunakan link kekuasaannya untuk kelancaran korupsinya. Prinsipnya, tindak korupsi membutuhkan kecerdasan tinggi karena harus mampu membaca celah-celah hukum. Kenyataannya, hampir semua koruptor kelas kakap adalah orang-orang cerdas yang tidak tersentuh (untouchable) jeratan hukum. Sebaliknya, orang yang tidak bisa menghabiskan anggaran sisa, mark-up proyek, membuat anggaran fiktif akan dianggap bodoh.

Keempat, mitos aji mumpung. Mitos ini umumnya berlaku bagi siapa pun yang sedang menggenggam kekuasaan, terutama pejabat. Mitos ini didorong oleh kekhawatiran berlebihan akan hilangnya kekuasaan yang digenggamnya. Karena itu, jabatan adalah kesempatan yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memperkaya diri, sebab tak selamanya bisa jadi pejabat. Ibarat pepatah Jawa, sekarang adalah zaman edan (gila), jika tidak ikut-ikutan edan tidak keduman (kebagian).

Demitologisasi

Upaya pemberantasan korupsi secara tuntas meniscayakan tindakan menyeluruh dari hulu sampai hilir. Di tingkat hilir, menangkap para koruptor tanpa pandang bulu dan penegakan hukum (law enforcement) secara progresif merupakan langkah penting pemberantasan korupsi. Tetapi langkah ini pun tidak akan mengikis habis budaya korupsi tanpa dilakukan langkah yang sama di tingkat hulu.

Di tingkat ini kita perlu melakukan demitologisasi korupsi, yakni mengganti tacit knowledge masyarakat yang sudah berurat berakar melalui pembuktian terbalik terhadap keempat mitos di atas. Artinya, harus dibangun mitos baru di atas "reruntuhan" keempat mitos itu dengan cara mengunggulkan nilai-nilai kejujuran, menanamkan budaya hidup bersih dan transparan, mengidentifikasi korupsi sebagai sesuatu yang jorok, dekil, tidak indah, dikutuk agama.

Sebagai sebuah langkah kebudayaan, demitologisasi korupsi tidak bisa berlangsung dalam sekejap. Langkah ini hanya bisa dilakukan melalui penyadaran berjenjang dan berkelanjutan terhadap setiap anak bangsa sedini mungkin, mulai dari tingkat anak-anak hingga dewasa, melalui jalur pendidikan formal maupun nonformal.

Melalui demitologisasi pula, kita layak berefleksi: sampai kapan bangsa ini dihidupi oleh mitos tentang kesaktian dan keampuhan korupsi? Sampai kita menjadi bangsa kleptokrasi?


sumber: www.kompas.com

KPK Butuh Sel Khusus



Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyediakan rumah tahanan atau sel khusus bagi koruptor. Itu terkait dengan longgarnya rumah tahanan di Markas Komando Brigade Mobil di Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, sehingga Gayus HP Tambunan, terdakwa mafia hukum, bisa ke Bali.

Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Kamis (18/11), mengatakan, permintaan rumah tahanan (rutan) khusus koruptor itu sebenarnya sudah disampaikan KPK sejak Januari 2010. "Kami usulkan setelah terbongkarnya kasus sel mewah milik Artalyta Suryani di Rutan Pondok Bambu, Jakarta," katanya.
Johan mengakui, dengan ada rutan khusus koruptor, penyidikan di KPK tak akan terganggu. "Tahanan KPK harus diawasi. Tidak bisa melakukan pembicaraan atau berhubungan dengan pihak yang diduga bisa memengaruhi penyidikan itu," ujarnya

Menurut dia, selama ini KPK hanya menitipkan tahanannya di rutan dan tak ada petugas khusus. "Selama penyidikan, segala aktivitas tahanan itu, apabila keluar atau izin ke mana pun, KPK harus diberi tahu," kata Johan.

Kesulitan awasi

Secara terpisah, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Untung Sugiyono di Jakarta, Kamis, menuturkan, saat ini pihaknya tengah menggodok rancangan prosedur operasi standar (SOP) pelaksanaan cabang rutan di institusi di luar Kemhuk dan HAM. SOP itu akan dijadikan bahan kerja sama dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Bea Cukai.

Untung mengakui, pihaknya masih kesulitan mengawasi administrasi cabang rutan. Dari sembilan cabang rutan, baru Cabang Rutan Kejaksaan Agung yang memberikan laporan administrasi secara rutin per bulan. Cabang rutan lain naik-turun.

Selama ini, Untung mengaku ada kendala psikologis yang dialami petugas rutan induk untuk memantau dan mengawasi administrasi di cabang rutan. "Seperti di Rutan Brimob, petugas kami mau masuk saja punya hambatan psikologis. Hal semacam itu nanti diatur," ujarnya.

Direktur Program Center for Detention Studies Gatot berpendapat, sebaiknya cabang rutan di luar Kemhuk dan HAM dibubarkan saja. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan KUHAP menyebut jelas bahwa yang berhak melakukan perawatan tahanan adalah Kementerian Hukum dan HAM.

Sumber: Kompas, 19 November 2010

Tantangan Pemberantasan Korupsi di Indonesia: Hukum Kekekalan Korupsi

Tantangan Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Hukum Kekekalan Korupsi:

Berpikir untuk korupsi adalah hal yang wajar untuk kondisi Indonesia yang seperti saat ini. Bila anda adalah seorang pejabat, dimanapun jabatan anda, silakan berpikir untuk sekedar iseng membuktikan teori Hukum Kekekalan Korupsi yang dirilis oleh ICW (Indonesian corruption watch).

Oleh ICW Hukum Kekekalan Korupsi dirumuskan menjadi tiga unsure penting, yaitu:

• Jika Peluang Untuk Melakukan Terbuka dan Peluang Tertangkapnya Kecil
• Jika Hasil yang Dikorupsi Lebih Besar dari Pendapatan (Gaji) yang Diterima
• Jika Hukuman yang Diberikan bagi Koruptor yang Tertangkap Kecil

Pertama adalah PELUANG. Peluang di sini dilihat dari dua sisi yang berbeda, yaitu sisi POSITIF KORUPSI dan sisi NEGATIVE KORUPSI. Yang dimaksud positif korupsi adalah segala hal yang mendukung terjadinya tindak pidana korupsi, termasuk pelaku, situasi dan orang-orang sekitar. Sedangkan negative korupsi adalah segala hal yang dapat menghambat terjadinya tindak korupsi, dalam hal ini termasuk aparat penegak hokum beserta seperangkat alat hukumnya yang seharusnya dapat menghambat, bahkan memangkas tindak korupsi. Kedua sisi ini sangat bertolak belakang, negative dan positive, mendukung dan menghambat. Tetapi anehnya, keduanya juga dapat bergandeng tangan dan berjalan beriringan dalam waktu yang bersamaan. Point pertama menyebutkan bahwa positive korupsi menyebabkan peluang untuk korupsi terbuka kemudian diiringi dengan negative korupsi yang juga negative. Alhasil keduanya menjadi sangat positive.

Kata kunci kedua adalah HASIL. Sampai saat ini, Saat ini beberapa departemen dan pemerintah daerah dan pusat membuka lowongan CPNS bagi para pencari kerja. Sebagai informasi gaji terendah pns 2009 dengan masa kerja 0 tahun adalah Rp. 1.040.000,00 sedangkan gaji tertinggi dengan masa kerja 32 tahun yaitu golongan IVe adalah Rp. 3.400.000,00. Gaji pokok ini belum termasuk tunjangan. Rendahnya kesejahteraan PNS menjadi perhatian pemerintah karena sangat mempengaruhi kinerja dari para PNS itu sendiri. Pemerintah mengharapkan pada tahun 2011 gaji terendah PNS adalah 5 juta rupiah. Maka dari itu pemerintah melaksanakan program remunerasi di beberapa instansi dan kementerian. Namun demikian ketika anda dihadapkan antara uang gaji bulanan pasti dan uang potensi hasil korupsi yang bernilai berpuluh bahkan berratus kali lipat,anda pasti akan berpikir.

Kata kunci poin ketiga adalah HUKUMAN. Hukuman ini adalah salah satu negative korupsi yang seharusnya dapat memangkas tindak korupsi. Hukuman tetaplah hukuman, yang datangnya belakangan. Semuanya masih mungkin. Seorang koruptor pasti akan berhitung untuk satu kali aksinya. Berapa hasil yang akan dia dapatkan dan berapa biaya yang harus dia keluarkan. Disamping itu, mungkin koruptor akan menghitung juga berapa/apa hukuman yang akan dia dapatkan HANYA JIKA dia tertangkap DAN tidak dapat melarikan diri. Disini ada dua aspek untuk berhitung, “tertangkap” dan “melarikan diri”. Keduanya memiliki probabilitas yang berbeda, karena keduanya terjadi dalam rentang waktu yang berbeda. Ketika hitungan ini menghasilkan harta yang berlipat dari hukuman, karena hukuman ini melewati dua probabilitas, sedangkan hasil langsung didepan mata, maka sang koruptor, menurut saya-penulis-, akan serta merta memilih melakukan korupsi dan menanggung akibatnya HANYA JIKA TERTANGKAP DAN TIDAK BISA MELARIKAN DIRI.

Pesepak Bola Aceh Diwacanakan Jadi PNS


Selasa, 23 November 2010 | 16:40 WIB

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Sebanyak 24 pesepak bola asal Aceh yang sedang berlatih di Paraguay, diwacanakan akan dijadikan pegawai negeri sipil (PNS) oleh Pemerintah Provinsi Aceh. Demikian disampaikan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, Selasa (23/11/2010).

Pada 2008, Pemerintah Aceh mengirimkan 24 anak usia 13 tahun untuk mengikuti pendidikan sepak bola di Paraguay. Menurut Irwandi, selama di sana, "Tim Aceh" itu beberapa kali mampu menang atas tim tangguh dan dinilai pantas mendapat apresiasi yang bisa menjamin kelangsungan hidup dan dengan begitu fokus kepada sepak bola.

"Berbagai prestasi telah diukir Tim Aceh dalam beberapa kali ujicoba melawan tim tangguh di Paraguay. Kami berharap setelah mereka kembali ke Aceh bisa menjadi sebuah tim tangguh dalam kancah persepakbolaan nasional dan internasional," ujar Irwandi.

"Kami memastikan pertengahan 2011 mereka bisa kembali ke Aceh dan akan bergabung dalam sebuah tim sepak bola tangguh milik masyarakat provinsi ini,"

"Mereka memang nantinya menjadi PNS, tapi lebih fokus pada sepak bola sehingga kita benar-benar memiliki tim tangguh. Dana pemerintah cukup besar dikeluarkan untuk membiayai mereka," terangnya.

Lebih jauh, Irwandi juga mengungkapkan, sekembalinya Tim Aceh dari Paraguay, pemerintah provinsi akan mengevaluasi program tersebut. Bila dinilai sukses, pemerintah provinsi berencana membentuk Tim Aceh lagi untuk dikirim ke Spanyol.

" "Tapi semua itu butuh dukungan semua pihak dan kita akan menyaksikan dulu keberhasilan yang telah kita kirim ke Paraguay tersebut," tutupnya. (ANT)

sumber: bola.kompas.com

Tidak Konsisten dengan Pengetahuan


Seorang Darwis ingin belajar tentang kebijaksanaan hidup dari Nasrudin. Nasrudin bersedia, dengan catatan bahwa kebijaksanaan hanya bisa dipelajari dengan praktek. Darwis itu pun bersedia menemani Nasrudin dan melihat perilakunya.


Malam itu Nasrudin menggosok kayu membuat api. Api kecil itu ditiup-tiupnya.

"Mengapa api itu kau tiup?" tanya sang Darwis.

"Agar lebih panas dan lebih besar apinya," jawab Nasrudin.

Setelah api besar, Nasrudin memasak sop. Sop menjadi panas. Nasrudin menuangkannya ke dalam dua mangkok. Ia mengambil mangkoknya, kemudian meniup-niup sopnya.

"Mengapa sop itu kau tiup?" tanya sang Darwis.

"Agar lebih dingin dan enak dimakan," jawab Nasrudin.

"Ah, aku rasa aku tidak jadi belajar darimu," ketus si Darwis,

"Engkau tidak bisa konsisten dengan pengetahuanmu."

Ah, konsistensi.

Diselamatkan Oleh Ikan

"Pada suatu waktu aku pernah sekarat," kata Nasruddin, "Kemudian ada ikan yang datang menyelamatkan hidupku."


"Bagaimana caranya? Tolong katakan padaku?" tanya pendengar penasaran.

"Aku sedang sekarat karena kelaparan. Ada sungai di dekatku. Aku menangkap ikan itu dan memakannya. Ikan itu menyelamatkan hidupku."

Senin, 22 November 2010

Gayus Pindah Kamar

Karutan: Anggodo Cerdas Dibanding Gayus
Selasa, 23 November 2010 | 04:25 WIB
tribunnews.com/herudin
Milana Anggraini ditemani Nur Widiatmoko, pengacara Gayus, saat akan menjenguk Gayus Tambunan di Rutan Cipinang, Senin (22/11) malam. Kedatangannya ditolak karena di luar jam besuk.


JAKARTA, KOMPAS.com
— Kepala Rumah Tahanan Cipinang Edi Kusniadi menjamin dirinya tidak akan tergiur dengan "akal fulus" mafia pajak dan mafia hukum, Gayus HP Tambunan.

Jika tidak ada ketetapan dari majelis hakim, Edi memastikan tidak akan memberikan izin keluar kepada Gayus. Sebab, ketentutan ini berlaku bagi semua tahanan yang tengah menjalani proses persidangan.

"Semua harus sesuai prosedur. Kalaupun Gayus harus nangis keluar darah, katanya istrinya sakit kek, tidak akan saya ikuti kalau tak ada ketetapan hakimnya. Tetapi, kalau ada ketetapan majelis hakim, mangga (silakan)," ujar Edi saat berbincang dengan Tribunnews di kantornya, Rutan Cipinang, Jakarta Timur, Senin (22/11/2010) malam.

Bahkan, jika ada anak buahnya ataupun dirinya terperangkap rayuan manis Gayus dengan imbalan uang, pria berkumis tebal ini menyatakan siap dicopot.

Dengan pengalaman 24 tahun menjadi kepala rutan dan lapas di lima kota, Edi mengaku siap menghadapi segala akal bulus Gayus untuk keluar tahanan tak sesuai prosedur.

Coba "perhatiin", pintar mana Gayus dengan Anggodo.
-- Kepala Rumah Tahanan Cipinang, Edi Kusniadi

"Masa, sih, pinter dia. Saya, kan, dah bangkotan di sini. Kalau dia hebat, pasti jadi menteri," ujar Edi sembari tersenyum.

Bagi bapak dengan tiga anak ini, kasus dugaan suap yang menimpa Karutan Mako Brimob dan delapan anak buahnya tidak bisa dibandingkan rata dengan kepala rutan dan lapas di tempat lain. Edi menilai, itu terjadi lantaran tidak diikutinya peraturan izin keluar secara baik dan benar oleh petugas rutan.

Secara pribadi, Edi menilai bahwa terpidana kasus percobaan suap pimpinan KPK, Anggodo Widjojo, lebih lihai dan cerdas dibandingkan dengan Gayus. "Coba perhatiin, pintar mana Gayus dengan Anggodo," ujarnya.

Setelah majelis hakim mengeluarkan penetapan pemindahan penahanan Gayus dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, jaksa langsung mengeksekusi pemindahan Gayus dari Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, ke Rutan Kelas I Cipinang.

Di tempat barunya, Gayus ditempatkan di kamar 14 lantai 3, blok khusus tahanan tindak pidana korupsi (tipikor). Karena ada penolakan sejumlah tahanan lain di blok tersebut, akhirnya Gayus hanya seorang diri tidur di kamar 14 tersebut. (acoz)

sumber: tribunnews.com

Sumber :