Selasa, 09 Agustus 2016

SENJATA PAMUNGKAS PAJAK 2016


Tax amnesty tahun 2016 sudah resmi bergulir yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Orang-orang yang dulu tidak mau jujur menungkap hartanya, diharapkan mau melakukan deklarasi harta dan membawanya dari luar negeri ke dalam negeri. Tantangannya adalah membawa pemasukan pajak dari dana yang terparkir di luar negeri maupun yang tersembunyi di dalam negeri dengan membelai Wajib Pajak sekaligus mengancamnya. Membelai dengan tarif pajak yang rendah, kemudian mengancam dengan tarif tinggi dan sanksi bila tidak mau membuka data hartanya pada periode pengampunan ini.

Direktorat Jenderal Pajak sebagai otoritas pajak di Indonesia perlu nyali besar untuk menghadapi pemilik dana yang besar ini. Logikanya semakin kaya seseorang maka semakin kuat daya tawar terhadap pemerintah. Kemungkinan pertama, mereka bisa berhitung berapa harta yang akan diungkap kepada DJP, untuk meminimalkan pajaknya. Hal ini semacam testing the water, bagaimana reaksi DJP atas jumlah yang diungkap. Apakah DJP diam saja atau melakukan tindakan penelusuran lebih lanjut. Kemungkinan kedua, Wajib Pajak saling menunggu bagaimana rekan-rekan yang lain. Sebagai kelompok, Wajib Pajak cenderung mengikuti arus utama. Apabila banyak yang lapor, maka mereka lapor. Berlaku juga sebaliknya, bila dirasa banyak teman yang tidak menaati aturan Tax Amnesty ini, mereka akan ikut mengabaikannya juga. Kemungkinan yang ketiga adalah mengabaikan sama sekali aturan-aturan pajak ini. Kebanyakan mereka tidak percaya DJP mampu menyentuh harta mereka.

Tindakan Wajib Pajak yang meremehkan kemampuan DJP perlu dijawab oleh DJP dengan tindakan-tindakan nyata dalam penegakan hukum perpajakan. Wajib Pajak “kuat” yang punya harta menggunung ini perlu ditangani dengan “senjata yang kuat pula. Apa saja amunisi yang dimiliki oleh DJP untuk itu?

Menurut penulis, setidaknya ada 4 senjata ampuh yang kini sudah dipegang oleh DJP, yaitu keterbukaan informasi 2018, aturan perpajakan yang komprehensif, pegawai pajak, dan Menteri Keuangan yang baru.

‎Pertama, era keterbukaan. Pada tahun 2015 Presiden Joko Widodo telah memperingatkan adanya era keterbukaan dan tukar menukar informasi internasional. "Hati-hati nanti pada 2018, keterbukaan secara global akan dimulai, bapak ibu kalau ada simpanan uang di Swiss, Singapura, Hong Kong, nanti tidak bisa ditutupi lagi, jadi bagi yang simpanannya banyak hati-hati," kata Jokowi dalam acara penyerahan penghargaan keterbukaan informasi badan publik tahun 2015 di Istana Negara, jakarta.
Yang dimaksud keterbukaan oleh Presiden Jokowi adalah Automatic Exchange of Information (AEOI). AEOI adalah kesepakatan dalam forum global dalam transparansi pada OECD (Organization for Economic Cooperation & Development), organisasi untuk kerjasama ekonomi dan pembangunan, yang diprakarsai oleh negara-negara G20, termasuk Indonesia. dalam situs resminya, OECD menyatakan AEOI ini dapat mengurangi kemungkinan penghindaran pajak. AEOI akan memberikan pertukaran informasi keuangan akun-akun rekening yang dimiliki oleh warga luar negeri yang terdaftar, dengan otoritas pajak di masing-masing negara asal pemilik rekening. Dengan begitu, DJP dapat mengetahui data harta Wajib Pajak di luar negeri, sekalipun mereka tidak mengikuti program Tax Amnesty.

Senjata kedua adalah peraturan hukum pajak yang komprehensif dari pelaporan, penetapan sampai penagihan pajak yang dapat dilakukan dengan gijzeling. Disamping itu pemerintah masih akan dilakukan revisi-revisi penyempurnaan terkait aturan-aturan tersebut. Tahun 2016 telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 11 tentang Pengampunan Pajak. Sementara undang-undang tentang ketentuan umum perpajakan masih dalam proses penggodokan draft revisinya. Perubahan dalam RUU KUP yang baru ini, bila dibandingkan RUU lama antara lain, akan adanya Badan Penerimaan Perpajakan sebagai transformasi dari DJP saat ini. Dengan menjadi badan tersendiri, wewenang otoritas pajak akan lebih besar dalam melakukan tindakan internal sendiri maupun tindakan perpajakan terhadap Wajib Pajak. Poin selanjutnya tentang kewajiban instansi terkait, isalnya bank, akuntan publik dan notaris, untuk memenuhi permintaan informasi otoritas pajak yang baru. Apabila ada aturan kerahasiaan yang mengikat, maka berdasarkan aturan RUU ini, kerahasiaan itu ditiadakan. Semakin luas lah kewenangan otoritas pajak dalam menggali potensi.

Aturan tentang keterbukaan informasi dan RUU KUP yang masih dibahas kemungkinan besar akan mempengaruhi peraturan-peraturan lain di luar DJP. Misalnya undang-undang perbankan dengan kerahasiaannya yang ketat, kemungkinan akan diubah menyesuaikan dua aturan tersebut. Walaupun tidak terbuka untuk umum, minimal ada keterbukaan dalam rangka pelaporan pajaknya. Sementar ini, DJP hanya bisa mengakses data nasabah perbankan melalui PPATK dan sebagian melalui mekanisme pemblokiran rekening Wajib Pajak dalam bank.

Kekuatan ketiga adalah sumber daya manusia yang dimiliki oleh DJP. Kementerian keuangan merupakan kementerian paling gemuk di Indonesia dengan jumlah pegawai lebih dari 60ribu pegawai. Dari 60ribu tersebut, sekitar setengah diantaranya ditugaskan pada DJP. Lebih dari 30ribu pegawai DJP ditempatkan pada kantor-kantor pelayanan pajak yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. SDM DJP merupakan manusia unggul terpilih dari sekian anak bangsa yang mendapat kesempatan seleksi menjadi pegawai DJP.  Setiap tahun terdapat regenerasi pegawai sekitar lima raut sampai seribu orang untuk menambah dan menggantikan pegawai yang pensiun atau resign. Besarnya SDM ini diharap mampu mengawal Tax Amnesty dan melanjutkan proses collecting pajak dengan aturan-aturan yang berlaku. Akan tetapi, SDM unggul ini juga menjadi masalah tersendiri bagi DJP, dimana banyak pegawai yang berprestasi justru lebih memilih berkarir di sektor s
wasta, karena ditawari gaji yang bisa mencapai lima kali lipat gaji di DJP.

Tambahan kekuatan keempat berasal dari Bu Sri Mulyani yang kembali memimpin Kementerian Keuangan. Sepserti kita ketahui bersama, Sri Mulyani lah yang meletakkan batu pertama reformasi birokrasi di tubuh Kementerian Keuangan, terutama dalam tubuh DJP. Ada banyak alasan pemanggilan Sri Mulyani kembali oleh Presiden Joko Widodo, tetapi yang palingpenting sekarang adalah mengamankan penerimaan pajak nasional dengan agenda besar Tax Amnesty 2016. Karena tax Amnesty ini merupakan pertaruhan pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan seluruh programnya.

Dengan empat senjata utama yang dimiliki DJP dan dengan dukungan politik dan ekonomi dari semua pihak, semoga DJP dapat menyukseskan program Tax Amnesty 2016. Akan tetapi yang paling penting adalah follow up dari tax amnesty yang telah dilakukan. Akan sia-sia pengorbanan DJP berupa potensi pajak yang terpotong pengampunan pajak ini apabila hanya sekedar tahun 2016.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar