Minggu, 03 April 2016

MERCUSUAR PAJAK 2016




Tidak bisa dipungkiri, bahwa penghindaran pajak dan ketidakpatuhan Wajib Pajak terhadap Peraturan perpajakan masih menjadi pembahasan yang menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat luas. Pemerintah berusaha melakukan usaha pengumpulan pajak dengan pengetatan dalam beberapa segi peraturan. Sedangkan masyarakat sebagian besar menginginkan pajak yang mereka bayarkan tetap sedikit. Kepatuhan terhadap peraturan merupakan hal utama yang dijadikan faktor penentu terkumpulnya uang pajak oleh pemerintah, terutama Direktorat Jenderal Pajak.

Dua tagline Direktorat Jenderal Pajak era pemerintahan 
Presiden Jokowi adalah Tahun Pembinaan Wajib Pajak, pada tahun kemarin dan Tahun Penegakan Hukum yang dilaksanakan tahun ini, 2016. Pada tahun 2015 diharapkan DJP mampu memperoleh simpati masyarakat dengan tujuan peningkatan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan melalui pendekatan sosialisasi, pengampunan dan pemberian keringanan terhadap Wajib Pajak. Tahun Pembinaan Wajib Pajak tampaknya kurang mendapatkan apresiasi dari masyarakat kalau menggunakan indikator tercapainya target penerimaan pajak tahun anggaran 2015 yang hanya mencapai 81,5% dari Rp. 1.294,258 triliun yang ditetapkan dalam APBN-P 2015. 

Program lanjutan yang dilaksanakan tahun 2016 berusaha meyakinkan masyarakat bahwa akan ada sanksi yang “berat” atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perpajakan. Tahun penegakan hukum memaksa masyarakat berpikir bahwa Direktorat Jenderal Pajak sedang melakukan sweeping terhadap Wajib Pajak yang tidak patuh. Dari beberapa Wajib Pajak yang penulis temui mengaku bahwa mereka merasa was-was dengan tahun 2016, takut didenda atau disita asetnya. Apabila mengacu pada tulisan Gary S. Becker dalam Crime and Punishment: An Economic Approach, untuk menciptakan kondisi yang ideal terhadap kepatuhan terhadap aturan dapat dilakukan dengan meningkatkan upaya deteksi pelanggaran dan menciptakan sanksi yang lebih besar dibandingkan manfaat yang diperoleh dari pelanggaran itu. Dua hal ini akan menimbulkan efek “takut” pada Wajib Pajak, apabila benar-benar dapat dilaksanakan. Dalam era sosial media sekarang ini, dengan publikasi yang masiv dan teratur, bisa jadi program ini menjadi mercusuar pencitraan DJP dalam setahun.

Untuk mencapai target penerimaan pajak tahun 2016, sebesar Rp. 1.546 triliun tidak cukup menggunakan tonggak mercusuar ketakutan. Mercusuar tidak akan berguna bila tidak mampu memancarkan cahaya yang menjadi guidance arah kapal-kapal yang berlayar, walaupun dalam kenyataanya kapal juga mempunyai sistem navigasi sendiri. James Alm, dkk dalam Why do people pay taxes? mengungkapkan bahwa masyarakat tertentu patuh untuk membayar pajak tidak disebabkan karena adanya risiko sanksi yang akan mereka terima ketika tidak membayarnya. Masyarakat yang telah patuh dapat sukarela membayar pajak karena menganggap pemerintah telah berhasil menyediakan barang publik yang berguna bagi orang banyak dengan baik dan mereka berusaha untuk ikut berkontribusi didalamnya. DJP dapat menjadikan orang-orang seperti ini menjadi role model untuk menarik Wajib Pajak lain untuk taat aturan perpajakan. Fungsi guidance ini yang masih diperlukan oleh DJP ditahun 2016 ini. 

Dengan mercusuar ketakutan yang dibangun DJP disertai cahaya yang dapat dijadikan petunjuk arah Wajib Pajak, diharapkan tahun 2016 ini target penerimaan pajak dapat tercapai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar