Oke, akhirnya saya terjerumus juga untuk mengomentari hasil Muktamar ini, walaupun agak telat. hehe
Setiap kali Muktamar digelar, hampir bisa
dipastikan ada fenomena menarik yang muncul. Dengan derasnya arus informasi
media sosial, maka fenomena itu akan begitu saja terekspos khalayak ramai. Dalam
muktamar kali ini, ada media nasional yang menuduh NU pecah antara yang
mendukung AHWA dan yang tidak setuju dengannya. Akhirnya, muktamar pun selesai
dengan sistem pemilihan oleh AHWA.
Pada masa Majapahit dibawah pemerintahan
Jayanegara, terjadi pemberontakan oleh Ra Tanca. Pada saat itu, hukum yang
berlaku adalah Raja dapat memiliki semua yang dimiliki oleh rakyatnya, termasuk
harta bahkan istri rakyatnya. Ra Tanca yang tersinggung karena istrinya diambil
oleh Jayanegara memberontak dan membunuh Rajanya sendiri. Sebagai Patih, Gajah
Mada meredam pemberontakan dengan membunuh Ra Tanca, karena telah membunuh Raja
sebagai symbol Majapahit.
Dari titik inilah saya munculkan tokoh Gajah
Mada sebagai tokoh yang memiliki pandangan jauh kedepan. Ia lebih memilih
menjadi negarawan dan mewujudkan visi persatuan Nusantara, yang belakangan akan
diucapkan sebagai Amukti Palapa.
Gajah Mada memang tidak berkehendak menjadi
raja. Jika ia mau, ia dapat memanfaatkan kondisi perpolitikan pada saat itu,
seperti yang dilakukan oleh pendahulunya, Ken Arok. Ken Arok adalah orang yang
dapat membunuh Kebo Ijo yang dituduh telah membunuh Tunggul Ametung, sang
penguasa Tumapel. Kemudian Ken Arok mengangkat dirinya sebagai penguasa Tumapel
menggantikan Tunggul Ametung dan menikahi mantan istrinya.
Gajah Mada tidak lantas meniru Ken Arok,
mengangkat dirinya sebagai raja. Belajar dari yang dilakukan Ken Arok, membunuh
Kebo Ijo, mengambil istri Tunggul Ametung dan mengangkat diri sebagai raja,
hanya menyisakan balas dendam dan perebutan kekuasaan yang berujung pada
rapuhnya kerajaan yang berimbas pada hilangnya ketenteraman dan kemakmuran
rakyat.
Setelah muktamar selesai, terbentuklah susunan
pengurus NU yang baru. Kalau Gajah Mada dapat berkaca pada Ken Arok, semoga santri-santri
NU juga dapat berkaca pada organisasi-organisasi lain yang apabila tidak setuju
dengan pimpinannya langsung membuat tandingan. Apa yang terjadi pada mereka? Setidaknya
beberapa waktu setelah itu, sistem keorganisasiannya rapuh, bisa ambruk atau
malah dimanfaatkan kepentingan yang jauh dari visi organisasi itu sendiri.
NU mempunyai banyak Gajah Mada dengan “amukti”nya
yang siap mendukung pengurus baru demi terwujudnya NU yang dapat meneguhkan
Islam Nusantara sebagai Rahmatan Lil Alamin.
Al muhafadhotu alal qodimis sholih, wa akhdu
bil jadidil ashlah.