Selasa, 09 Agustus 2016

SENJATA PAMUNGKAS PAJAK 2016


Tax amnesty tahun 2016 sudah resmi bergulir yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Orang-orang yang dulu tidak mau jujur menungkap hartanya, diharapkan mau melakukan deklarasi harta dan membawanya dari luar negeri ke dalam negeri. Tantangannya adalah membawa pemasukan pajak dari dana yang terparkir di luar negeri maupun yang tersembunyi di dalam negeri dengan membelai Wajib Pajak sekaligus mengancamnya. Membelai dengan tarif pajak yang rendah, kemudian mengancam dengan tarif tinggi dan sanksi bila tidak mau membuka data hartanya pada periode pengampunan ini.

Direktorat Jenderal Pajak sebagai otoritas pajak di Indonesia perlu nyali besar untuk menghadapi pemilik dana yang besar ini. Logikanya semakin kaya seseorang maka semakin kuat daya tawar terhadap pemerintah. Kemungkinan pertama, mereka bisa berhitung berapa harta yang akan diungkap kepada DJP, untuk meminimalkan pajaknya. Hal ini semacam testing the water, bagaimana reaksi DJP atas jumlah yang diungkap. Apakah DJP diam saja atau melakukan tindakan penelusuran lebih lanjut. Kemungkinan kedua, Wajib Pajak saling menunggu bagaimana rekan-rekan yang lain. Sebagai kelompok, Wajib Pajak cenderung mengikuti arus utama. Apabila banyak yang lapor, maka mereka lapor. Berlaku juga sebaliknya, bila dirasa banyak teman yang tidak menaati aturan Tax Amnesty ini, mereka akan ikut mengabaikannya juga. Kemungkinan yang ketiga adalah mengabaikan sama sekali aturan-aturan pajak ini. Kebanyakan mereka tidak percaya DJP mampu menyentuh harta mereka.

Tindakan Wajib Pajak yang meremehkan kemampuan DJP perlu dijawab oleh DJP dengan tindakan-tindakan nyata dalam penegakan hukum perpajakan. Wajib Pajak “kuat” yang punya harta menggunung ini perlu ditangani dengan “senjata yang kuat pula. Apa saja amunisi yang dimiliki oleh DJP untuk itu?

Menurut penulis, setidaknya ada 4 senjata ampuh yang kini sudah dipegang oleh DJP, yaitu keterbukaan informasi 2018, aturan perpajakan yang komprehensif, pegawai pajak, dan Menteri Keuangan yang baru.

‎Pertama, era keterbukaan. Pada tahun 2015 Presiden Joko Widodo telah memperingatkan adanya era keterbukaan dan tukar menukar informasi internasional. "Hati-hati nanti pada 2018, keterbukaan secara global akan dimulai, bapak ibu kalau ada simpanan uang di Swiss, Singapura, Hong Kong, nanti tidak bisa ditutupi lagi, jadi bagi yang simpanannya banyak hati-hati," kata Jokowi dalam acara penyerahan penghargaan keterbukaan informasi badan publik tahun 2015 di Istana Negara, jakarta.
Yang dimaksud keterbukaan oleh Presiden Jokowi adalah Automatic Exchange of Information (AEOI). AEOI adalah kesepakatan dalam forum global dalam transparansi pada OECD (Organization for Economic Cooperation & Development), organisasi untuk kerjasama ekonomi dan pembangunan, yang diprakarsai oleh negara-negara G20, termasuk Indonesia. dalam situs resminya, OECD menyatakan AEOI ini dapat mengurangi kemungkinan penghindaran pajak. AEOI akan memberikan pertukaran informasi keuangan akun-akun rekening yang dimiliki oleh warga luar negeri yang terdaftar, dengan otoritas pajak di masing-masing negara asal pemilik rekening. Dengan begitu, DJP dapat mengetahui data harta Wajib Pajak di luar negeri, sekalipun mereka tidak mengikuti program Tax Amnesty.

Senjata kedua adalah peraturan hukum pajak yang komprehensif dari pelaporan, penetapan sampai penagihan pajak yang dapat dilakukan dengan gijzeling. Disamping itu pemerintah masih akan dilakukan revisi-revisi penyempurnaan terkait aturan-aturan tersebut. Tahun 2016 telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 11 tentang Pengampunan Pajak. Sementara undang-undang tentang ketentuan umum perpajakan masih dalam proses penggodokan draft revisinya. Perubahan dalam RUU KUP yang baru ini, bila dibandingkan RUU lama antara lain, akan adanya Badan Penerimaan Perpajakan sebagai transformasi dari DJP saat ini. Dengan menjadi badan tersendiri, wewenang otoritas pajak akan lebih besar dalam melakukan tindakan internal sendiri maupun tindakan perpajakan terhadap Wajib Pajak. Poin selanjutnya tentang kewajiban instansi terkait, isalnya bank, akuntan publik dan notaris, untuk memenuhi permintaan informasi otoritas pajak yang baru. Apabila ada aturan kerahasiaan yang mengikat, maka berdasarkan aturan RUU ini, kerahasiaan itu ditiadakan. Semakin luas lah kewenangan otoritas pajak dalam menggali potensi.

Aturan tentang keterbukaan informasi dan RUU KUP yang masih dibahas kemungkinan besar akan mempengaruhi peraturan-peraturan lain di luar DJP. Misalnya undang-undang perbankan dengan kerahasiaannya yang ketat, kemungkinan akan diubah menyesuaikan dua aturan tersebut. Walaupun tidak terbuka untuk umum, minimal ada keterbukaan dalam rangka pelaporan pajaknya. Sementar ini, DJP hanya bisa mengakses data nasabah perbankan melalui PPATK dan sebagian melalui mekanisme pemblokiran rekening Wajib Pajak dalam bank.

Kekuatan ketiga adalah sumber daya manusia yang dimiliki oleh DJP. Kementerian keuangan merupakan kementerian paling gemuk di Indonesia dengan jumlah pegawai lebih dari 60ribu pegawai. Dari 60ribu tersebut, sekitar setengah diantaranya ditugaskan pada DJP. Lebih dari 30ribu pegawai DJP ditempatkan pada kantor-kantor pelayanan pajak yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. SDM DJP merupakan manusia unggul terpilih dari sekian anak bangsa yang mendapat kesempatan seleksi menjadi pegawai DJP.  Setiap tahun terdapat regenerasi pegawai sekitar lima raut sampai seribu orang untuk menambah dan menggantikan pegawai yang pensiun atau resign. Besarnya SDM ini diharap mampu mengawal Tax Amnesty dan melanjutkan proses collecting pajak dengan aturan-aturan yang berlaku. Akan tetapi, SDM unggul ini juga menjadi masalah tersendiri bagi DJP, dimana banyak pegawai yang berprestasi justru lebih memilih berkarir di sektor s
wasta, karena ditawari gaji yang bisa mencapai lima kali lipat gaji di DJP.

Tambahan kekuatan keempat berasal dari Bu Sri Mulyani yang kembali memimpin Kementerian Keuangan. Sepserti kita ketahui bersama, Sri Mulyani lah yang meletakkan batu pertama reformasi birokrasi di tubuh Kementerian Keuangan, terutama dalam tubuh DJP. Ada banyak alasan pemanggilan Sri Mulyani kembali oleh Presiden Joko Widodo, tetapi yang palingpenting sekarang adalah mengamankan penerimaan pajak nasional dengan agenda besar Tax Amnesty 2016. Karena tax Amnesty ini merupakan pertaruhan pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan seluruh programnya.

Dengan empat senjata utama yang dimiliki DJP dan dengan dukungan politik dan ekonomi dari semua pihak, semoga DJP dapat menyukseskan program Tax Amnesty 2016. Akan tetapi yang paling penting adalah follow up dari tax amnesty yang telah dilakukan. Akan sia-sia pengorbanan DJP berupa potensi pajak yang terpotong pengampunan pajak ini apabila hanya sekedar tahun 2016.




AMNESTY KALA TRANSISI BAMBANG DAN SRI


Kementerian Keuangan sedang menjalankan gawe besar tahun ini. Tax amnesty yang disahkan dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang pengampunan Pajak, memerlukan perhatian sangat besar tidak hanya dari Direktorat Jenderal Pajak sebagai otoritas Pajak di indonesia, tetapi seluruh kementerian Keuangan, karena program ini menjadi pertaruhan pemerintahan Joko Widodo dengan APBN yang lebih dari 2.000 trilun rupiah. Di saat hajat besar berjalan, pergantian pucuk pimpinan di kementerian tiba-tiba berubah. Bagaimana nasib program besar ini?

Hari Rabu, tanggal 27 Juli 2016, Presiden Joko Widodo kembali mengumumkan pergantian antar menteri di kabinet kerja periode 2014-2019. Ada 13 posisi jabatan yang mendapatkan nakhoda baru. Dari 13 jabatan tersebut 9 diantaranya diisi oleh nama-nama baru. Yang menarik adalah kembalinya Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan yaitu jabatan yang pernah diembannya pada masa Pemerintahan Presiden SBY. Kondisi kementerian keuangan sekarang tentu saja sudah sangat berbeda dengan kondisi dimana Sri Mulyani menjabat dulu. Pemerintahan Presiden Joko Widodo sangat agresif dalam melakukan kebijakan ekonominya, baik bidang fiskal maupun moneter. Dari awal pemerintahan sampai sekarang, tidak kurang ada 12 kebijakan paket ekonomi yang dikeluarkan. Dan yang paling hit sekarang adalah tax amnesty yang digaungkan untuk membiayai APBN 2016. Tentunya program ini harus terlaksana dengan baik untuk mencapai target penerimaan pajak.

Pemilihan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan yang baru menggantikan Bambang Brodjonegoro menjadi sangat beralasan, dimana dibutuhkan sosok yang mampu mengendalikan reformasi birokrasi yang dimulainya dulu, setidaknya dua setengah tahun kedepan sampai akhir masa jabatan. Dengan latar belakang profesional akademik, Sri Mulyani mempunyai exposure pengetahuan yang cukup luas baik di dalam lingkup nasional maupun internasional dibuktikan dengan pernah menjabat sebagai Managing Director dan Chief Operating Officer di Bank Dunia. Dari segi politis, perseteruannya dengan Partai Golkar cenderung memudar, karena Partai berlambang pohon beringin itu telah menggabungkan diri dengan koalisi pro pemerintah, dan telah terjadi pergantian kepemimpinan di dalamnya. Seperti kita ketahui kedua belah pihak pernah berpolemik pada kasus Bank Century.

Tax Amnesty sebagai program unggulan 2016 mempunyai banyak tantangan yang harus diselesaikan, baik dari dalam negeri maupun dari dunia internasional. Ada beberapa pihak yang tidak setuju dengan kebijakan ini dan melayangkan gugatan uji materi (judicial review) terhadap Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, karena dinilai adanya pelanggaran terhadap aturan lainnya. Tantangan dari negara lain berupa adu kuat tarik menarik kebijakan pajak. Negara tempat orang kaya Indonesia menimbun harta, juga mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan bagi pemilik modal.

Dalam RAPBNP 2016, pemerintah menaruh target penerimaan dari rencana kebijakan tax amnesty sekitar Rp165 triliun. Untuk mencapai target tersebut, Pemerintah harus merepatriasi uang dengan jumlah yang sangat besar. Dengan perhitungan konservatif, misalnya rata-rata rasio pajaknya kita ambil 4% maka dana yang harus masuk lebih dari Rp4.000 triliun. Tugas yang sangat berat.

Pergantian Kepemimpinan

Dalam dunia swasta, pergantian pemimpin mempunyai dampak yang cuku signifikan terhadap pencapaian target perusahaan. Lopez-de-Silanes (1997) dalam Ayu Novi Trisnantari (2007) menemukan adanya hubungan positif antara pergantian CEO dengan market value BUMN yang diprivatisasi. Barberis et al. (1996) menyatakan bahwa kompetensi CEO merupakan faktor yang sangat penting dalam peningkatan profitabilitas perusahaan. Menurut penulis, walaupun kementerian sudah mempunyai SOP yang rigid, dan cenderung bisa berjalan tanpa komando, namun peran pemimpin, dalam hal ini menteri masih sangat nyata. Seorang menteri dapat mendrive jalannya kementerian, sehingga mempengaruhi laju kecepatan program yang sedang dijalankan. Pada saat kepemimpinan Bambang Brodjonegoro, Kementerian Keuangan memang berjalan dengan baik, namun ada kemungkinan Presiden mempunyai pandangan lain, dengan menggantinya dengan Sri Mulyani dan menempatkannya pada jabatan baru, yaitu Kepala Bappenas. Bagaimanapun juga menteri merupakan agent yang ditempatkan oleh presiden untuk membantunya mengurus bidang-bidang tertentu.

Pemimpin yang baik harus memiliki kemampuan intrapersonal dan interpersonal. Menurut Davis, faktor yang harus dipenuhi seorang pemimpin adalah kecerdasan, motivasi, dan Hubungan antar manusia. Kecerdasan Sri Mulyani tidak perlu diragukan dengan segudang prestasinya. Motivasi Sri Mulyani mungkin dapat tercermin dari post akun linkedin yang menyatakan, “it is an honor to serve the president and my fellow Indonesians by continuing the ongoing reform program. I will dedicate all my efforts to accelerating Indonesia’s development agenda with the goal of providing more and better service, particularly to the poor, and ensuring that all citizen will be able to participate in benefits of a thriving economy.” Pernyataan tersebut seharusnya tidak terlalu mengkhawatirkan untuk kelangsungan program tax amnesty yang telah dijalankan, apalagi tax amnesty juga pernah dilakukan pada masa kepemimpinannya dulu.

Yang menarik adalah efek interpersonal Sri Mulyani. Wall street journal pada Mei 2010 melaporkan penurunan IHSG sebesar 3,8% karena berita turunnya Sri Mulyani dari Menteri Keuangan. Demikian juga 27 Juli 2016, saat pengangkatannya kembali, dilaporkan IHSG naik 60,47 poin atau 1,16 persen ke level 5.284,87. Indeks saham LQ45 menguat 1,32 persen ke level 914,09. Seluruh indeks saham acuan menghijau. Tentu ini menambah percaya diri pemerintah untuk mempengaruhi pemilik modal untuk melakukan deklarasi harta maupun repatriasi dananya ke Indonesia. sebagai icon marketing keuangan Indonesia yang baru Sri Mulyani juga perlu melakukan promosi ke negara target tax amnesty, misalnya Singapura dan British Virgin Island, dan semoga tax amnesty kita laris.


LINDUNG NILAI DAN LINDUNG PAJAK


Salah satu tujuan transaksi derivatif adalah untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan atas transaksi yang dilakukan sebelumnya. Tujuan ini kerap disebut dengan lindung nilai, karena melindungi nilai transaksi awal. Misalnya, dengan harga cabai yang cenderung fluktuatif, petani tidak ingin mengalami kerugian atas biaya penanaman dan perawatan tanamannya. Petani melakukan kontrak berjangka atas hasil panen sebelum masa panen kepada pembeli dengan harga yang disepakati. Petani cabai mendapatkan kepastian harga jual hasil panennya, sedangkan pembeli berspekulasi dengan harga cabai masa depan. Apabila harga cabai naik dan melebihi harga kontrak, maka pembeli untung besar. Begitu pula sebaliknya, apabila harga turun pada saat panen, maka pembeli mungkin rugi atas transaksi tersebut.

Transaksi derivatif merupakan transaksi yang melibatkan secara tidak langsung produk yang diperjualbelikan atau yang disebut underlying product. Dari produk yang sama dapat terjadi transaksi yang bermacam macam. Misalnya saham yang diperjualbelikan terdapat transaksi opsi untuk  hak beli pada tingkat harga tertentu, selanjutnya hak opsi ini dapat diperjualbelikan lagi dengan transaksi lainnya. Transaksi-transaksi turunan inilah yang membuat derivatif menjadi instrumen yang efektif dalam perusahaan mengatur praktek manajemen labanya (Barton, 2001).

Di sisi lain, perkembangan manajemen laba memaksa para manajer untuk selalu dapat memenuhi ekspektasi stakeholder mereka. Dengan menampilkan kinerja perusahaan yang terbaik, manajer akan dihargai oleh para pemegang saham sehingga kompensasi yang akan diterima oleh manajer tersebut meningkat (Smith dan Stulz 1985; Gaver et al. 1995; Balsam 1998; Barton 2001; Pincus dan Rajgopal 2002 dalam Oktavia dan Dwi Martani 2013).

Manajemen laba merupakan upaya yang dilakukan pihak manajemen untuk melakukan intervensi dalam penyusunan laporan keuangan dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri, yaitu pihak perusahaan yang terkait. Manajemen laba dapat dilakukan melalui praktik perataan laba (income smoothing), taking a bath, dan income maximization (Scoot, 2000 dalam Aditama dan Purwaningsih, 2014). Manajemen laba yang berlebihan memungkinkan manajemen menggunakan cara yang agak kotor, misalnya tax avoidance sampai dengan tax evasion.

Transaksi derivatif sering menjadi masalah dalam perhitungan pajak perusahaan, misalanya bagaimana pengakuan keuntungan dan kerugian transaksi. Apakah kerugian transaksi dapat digunakan sebagai kompensasi penghasilan yang kena pajak tahun berikutnya? Dan lain-lain, karena senakin rumit transaksi derivatif, maka semakin sulit pendefinisian pengakuan transaksinya.

Sebenarnya, pada tahun 2009, Pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 17, tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang Diperdagangkan di Bursa. Pemerintah menetapkan pajak final sebesar 2,5% dari margin awal transaksi. Namun, aturan ini mendapat tentangan keras dari Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia dan Ikatan Perusahaan Pedagang Berjangka Indonesia, sehingga pemerintah menerbitkan PP Nomor 31 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa PP Nomor 17 tahun 2009 dicabut (Oktavia dan Martani, 2013). Dengan tidak adanya pajak atas penghasilan seperti ini apakah kerugian atas transaksi derivatif boleh dikompensasi? Kondisi seperti ini menyebabkan hilangnya potensi pajak yang seharusnya didapatkan oleh pemerintah.

Aturan yang dibuat pemerintah atas transaksi derivatif yang tidak jelas tersebut dapat digunakan oleh perusahaan untuk melakukan penghindaran pajak (Darussalam dan Septriadi, 2009 dalam Oktavia dan Martani, 2013). Menurut Donohoe (2012), penggunaan derivatif keuangan sebagai alat penghindaran pajak didorong oleh ambiguitas dalam peraturan pajak atas transaksi derivatif. Ambiguitas inilah yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan sebagai celah untuk melakukan penghindaran pajak dengan menggunakan derivatif.

Semoga pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Pajak dapat menyikapi dan membuat aturan yang lebih jelas yang menguntungkan negara tetapi tidak merugikan semua pihak.



EVOLUSI PREDATOR PAJAK


Hampir semua hal di dunia ini akan berubah menyesuaikan keadaan zaman. Penyesuaian ini salah satu tujuannya adalah memperbesar kontrol untuk memenuhi hasrat yang ingin dicapainya. Dalam dunia sepak bola, kontrol pemain terhadap bola tidak bisa dipisahkan dari desain sepatu pemain itu sendiri. Pada tahun 1994, perusahaan apparel Adidas mengeluarkan sepatu sepak bola seri perdana tipe predator. Seri sepatu ini cukup melegenda, karena dipakai oleh beberapa pemain top dunia, seperti Xavi, Steven Gerrard, Iker Cassillas, Robin van Persie sampai Mesut Ozil.

Kehebatan legenda sepatu seri predator ini tidak serta merta adanya, tetapi melalui pengembangan dan perubahan desain yang intensif. Salah satu keunggulan desain sepatu ini adalah dapat meningkatkan kontrol pemain terhadap bola pada saat dribbling, passing sampai shooting ke gawang lawan. Hal ini dapat dilihat dari stripping bagian depan dan samping sepatu yang berkontur khas. Setiap akan mengeluarkan seri predator terbaru, Adidas memberikan sepasang sepatu putih kepada pemain profesional untuk mendapat feedback desain yang diinginkannya. Cara ini efektif untuk meningkatkan performa kontrol sepatu juga performa pemain tersebut.

Dalam dunia perpajakan, fungsi kontrol penerimaan pajak tidak tergantung pada sepatu para pegawai. Line up pegawai yang memiliki fungsi kontrol atau pengawasan terhadap wajib pajak dan pembayaran pajaknya dipegang oleh Account Rrepresentative (AR). Dengan sistem perpajakana yang self assestment, wajib pajak dapat sesuka hati melaporkan SPT mereka dengan angka yang dikehendaki, atau bahkan tidak melaporkannya. Oleh karena itu, fungsi pengawasan oleh AR berperan sentral dalam memastikan terisinya pundi-pundi rupiah kas negara.

Pengawasan adalah salah satu bentuk enfocement yang dilakukan DJP sebagai otoritas pajak di Indonesia kepada Wajib Pajaknya. AR ada sejak adanya reformasi birokrasi di tubuh DJP. Sesuai  Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 98/KMK.01/2006, AR mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan perpajakan wajib pajak; bimbingan/himbauan dan konsultasi teknis perpajakan kepada wajib pajak; penyusunan profil wajib pajak; analisis kinerja wajib pajak, rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka intensifikasi; dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Dengan fungsi tersebut, AR akan mengedepankan legitimate power. Pelayanan kepada wajib pajak dapat menumbuhkan kepercayaan Wajib Pajak, sehingga Wajib Paak lebih kooperatif dalam menjalankan kewajibannya. Hofmann dkk (2014) menyatakan bahwa prediksi dampak dari penggunaan legitimate power ini akan meingkatkan kepatuhan Wajib Pajak terhadap aturan perpajakan. Dalam Mahendra, dkk (2014), Bradley dan Cassie Francys (1994) menyatakan kepatuhan wajib pajak merupakan faktor penting bagi peningkatan penerimaan pajak, maka perlu secara intensif dikaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, khususnya wajib pajak badan.

Berkembangnya ekonomi dan dunia usaha, mengharuskan DJP menata ulang line up-nya. Beban kerja AR akan menjadi sangat berat apabila masih menggunakan aturan yang telah berumur satu dasawarsa itu. Dalam PMK 206.2/PMK.01/2014, Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang menjadi seksi induk AR dibagi menjadi 2 fungsi yang berbeda, yaitu: Seksi Pengawasan dan Konsultasi I yang bertugas melakukan proses penyelesaian permohonan Wajib Pajak, usulan pembetulan ketetapan pajak, bimbingan dan konsultasi teknis perpajakan kepada Wajib Pajak, serta usulan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan; dan Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, Seksi Pengawasan dan Konsultasi III, serta Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV, masing-masing bertugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi dan himbauan kepada Wajib Pajak.   Peraturan ini diperjelas dengan  PMK -79/PMK.01/2015 tentang Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak membuat pemisahan pada posisi Account Representative sehingga kini Account Representative  yang menjalankan fungsi pelayanan dan Konsultasi Wajib Pajak, yang berada di Seksi Waskon I; dan Account Representative yang menjalankan fungsi Pengawasan dan Penggalian Potensi Wajib Pajak, yang berada di Seksi Waskon II, Waskon III dan Waskon IV.

Line up seperti ini, AR pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi I berperan deffensive, sedangkan  AR pada Seksi pengawasan dan konsultasi II dan seterusnya lebih dapat berperan sebagai predator yang offensive terhadap Wajib Pajak. DJP sebagai organisasi induk otoritas pajak nasional mengaharapkan skema yang telah dipasang dapat efektif menjaring penerimaan dari intensifikasi perpajakan.


Walaupun sepatu seri predator berjaya sejak tahun 1994, akhirnya Adidas mengakhiri siklus hidup sepatu seri ini pada tahun 2015. Adidas terus mengembangkan seri sepatu baru yang lebih relevan dalam perkembangan dunia persepakbolaan saat ini semacam Adidas Ace, Adidas X dan Adidas Messi. Mungkin AR sebagai Predator juga akan berubah ungsi pada masa berikutnya. Semoga DJP juga menempatkan strategi terbaik guna memaksimalkan penerimaan negara untuk negara kita tercinta.

Minggu, 07 Agustus 2016

KAMI DIDIDIK UNTUK MAU


Sebagai pegawai yang masih baru, kami masih sering mendapat pembekalan dari para senior dan pejabat yang duduk tinggi nun jauh disana. Salah satu pesan yang sering disampaikan adalah, walaupun sudah menjadi pegawai, kita harus berusaha mengembangkan diri dan belajar. Salah satu cara belajar adalah dengan mau menerima tantangan “pekerjaan” dari atasan. Apapun tantangannya. Dengan mencoba tantangan itu, kita akan belajar menjadi yang lebih baik dan mempunyai tambahan kompetensi dalam pekerjaan kita.

Pesan yang sangat mendalam bukan?

Ini adalah pembentukan pola pikir. Pesan diatas mengasumsikan semua tantangan dari atasan adalah benar, sehingga dalam kata lain, atasan selalu benar. Di sisi lain, semakin besar pekerjaan yang diberikan kepada kita, berarti atasan kita menaruh kepercayaan besar kepada kemampuan kita. Hmmmm.... dua pandangan yang berbeda.

Oke, satu pesan lagi yang sering diberikan, apabila kita tahu target kita tidak biasa, maka janganlah bekerja dengan biasa saja. Pesan ini masih sejalan dengan pesan yang pertama, yaitu tentang pengembangan diri dan belajar, mencoba sesuatu yang baru.

Learning by doing

Proses bekerja sangat berbeda dengan proses belajar. Ketika kita murni belajar, misalnya dalam sekolah, risiko yang kita hadapi adalah nilai jelek. Pengaruhnya tidak signifikan,  kita bisa belajar lagi. Orang lain tidak akan terlalu terganggu dengan hal ini. Bagaimana bila kita belajar dalam pekerjaan? Apabila kita seorang wirausaha, risiko kegagalan akan kita tanggung sendiri. Kita cenderung sangat berhati-hati dalam memperhitungkan pekerjaan kita. Apabila kita bekerja dalam suatu instansi, maka risiko kegagalan yang tanggung sungguh besar. Dampak risiko ini akan sangat luas pengaruhnya. Misalnya, atasan menetapkan target yang menjulang tinggi diatas kemampuan normal kita. Dengan bujukan dan tekanan dari atas, kita menerima saja dan harus mau “belajar” mengejar target ini.

Besarnya risiko yang kita bawa, seharusnya juga memberikan pelajaran bagi kita untuk tahu seberapa besar kemampuan yang kita miliki. Ketika posisi kita menentukan hajat hidup orang banyak, karena penilaian kinerja kita diukur secara kelompok, atau bahkan menjadi gantungan sebuah rezim pemerintahan, seharusnya kita tidak perlu memberikan harapan yang melangit, sehingga sulit bagi orang lain untuk mengait gantungan itu. Bumi juga tak kalah indah bila dilihat dari sudut pandang yang pas. hehehe. Banyak faktor yang tidak bisa kita kontrol selain apa yang kita pelajari dari kompetensi teoritis, apalagi kita yang masih dalam posisi newbie. 

Secara normal, kita akan berusaha menghindari  risiko, termasuk risiko tidak tercapainya target. Kalau kita mempunyai kuasa untuk menyusun target dengan sedikit slack, sehingga tidak sulit mencapainya. Akan tetapi kita akan memperoleh kepuasan maksimal jika mampu mencapai titik maksimal kinerja, target yang challenging but achievable.

Ketika kita sudah terlanjur berikrar target yang selangit itu, kita akan terselamatkan, jika good luck selalu bersama kita, dan atau, Bu menteri, #eh, atasan kita menyadari target yang ditetapkannya terlampau tinggi.

Selamat belajar wahai Pegawai Tugas Belajar...